
Sejumlah warga asal Sulawesi Utara yang diamankan polisi sesaat sebelum naik pesawat menuju ke Jakarta. Para warga ini rencananya akan ke Kamboja untuk bekerja secara ilegal di sana. (foto: dokumen)
Visiokreatif.com – Manado. Masih maraknya warga asal Sulawesi Utara (Sulut) yang ingin bekerja di Kamboja, di tengah banyaknya kasus kekerasan hingga berujung kematian, ternyata disebabkan oleh dua faktor utama yang membuat para warga tetap nekat untuk berangkat secara ilegal.
Sulitnya bekerja di daerah sendiri menjadi alasan utama warga nekat untuk menjadi pekerja migran ilegal tak hanya di Kamboja, tapi juga di Thailand dan Myanmar.
Para warga yang berhasil dicegat polisi saat hendak berangkat ke Kamboja, mengaku jika mereka sebelumnya sudah berusaha mencari kerja di daerah, tapi selalu gagal dan tidak ada yang memuaskan.
Apalagi upah yang diterima tergolong sangat sedikit untuk saat ini, di mana semua harga barang telah melonjak drastis. AW (23) salah satu warga yang dicegat keberangkatannya pada Senin (23/6) kemarin, menyebutkan dia sebenarnya pernah bekerja sebagai buruh harian dengan upah yang rendah.
“Selama ini hanya bekerja sebagai buruh harian dengan gaji kecil. Kebutuhan utama bahkan sulit dibeli dengan upah yang kecil. Sempat cari kerja di banyak tempat, tetapi selalu gagal karena banyak persyaratan,” ujar AW.
Hal inilah yang menurut AW nekat untuk mencoba berangkat ke Kamboja walaupun dia tahu tentang tindak kekerasan yang sering menimpa para pekerja migran ilegal di negara itu.
“Karena memang kerja di sini (Sulawesi Utara), sangat susah. Kalau ada kerja harian, upahnya sangat kecil tak bisa penuhi kebutuhan harian. Saya juga berkeinginan merenovasi rumah yang sudah rusak, serta ingin membuat bagus kubur ayah saya,” ujar AW.
Senada disampaikan AP (22), seorang perempuan yang akhirnya nekat bersama suaminya menerima pekerjaan ke Kamboja, walaupun akhirnya berhasil dicegat oleh polisi di Bandara Sam Ratulangi Manado.
Menurut AP, sebagai orang tua yang memiliki anak berusia dua tahun, kebutuhan hidup sudah mulai tinggi. Dia mengaku jika upah yang didapatkannya sebagai seorang penjaga toko di Manado sangat rendah dan berada di bawah UMP. Bahkan menurutnya, upahnya sangat jauh dari kata layak.
“Saya sempat mencari tempat kerja lain, tapi sangat sulit masuk. Karena saya mungkin tak punya koneksi. Memang sekarang susah sekali kerja. Sementara, bekerja sebagai penjaga toko pakaian di Manado itu upahnya jauh dari UMP, padahal saya sudah punya anak,” kata AP.
Untuk itu, ketika ada tawaran masuk untuk bekerja di Kamboja sebagai admin Judi Online (Judol), AP merasa tertarik. Apalagi persyaratan yang diberikan sangat mudah untuk dirinya. Menurut dia juga, saat proses wawancara tak ada pertanyaan yang aneh sehingga dia mampu menjawab dan diterima.
“Gaji yang ditawarkan itu Rp 11 juta per bulan. Mereka juga bilang dapat tempat tinggal, ada laundry untuk pakaian dan dapat makan tiga kali sehari. Kami juga akan diberikan bonus kalau bisa capai target,” ujar AP.
Sementara itu, Kepala BP3MI Sulut, Syachrul Afriyadi, menyebutkan jika Sulawesi Utara masuk di zona merah untuk pengiriman pekerja migran ilegal ke Kamboja. Menurutnya, para perekrut masih menggunakan pola lama dengan menggunakan media sosial untuk memberikan penawaran yang menggiurkan.
“Perekrutan dilakukan secara daring oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Mereka diiming-imingi gaji besar dengan berbagai fasilitas. Kami terus ingatkan jika Sulut kini sudah masuk zona merah untuk pengiriman ilegal ke Kamboja,” kata Syachrul kembali. (*)